
Jakarta, Rp1news – Ini penilaian Ketua MPR Bambang Soesatyo, setelah 26 tahun pasca reformasi secara umum, pasca 26 tahun reformasi, demokrasi tidak serta merta bertambah baik.
“Rakyat belum merasakan dampak dari demokrasi secara signifikan. Terutama terhadap kesejahteraan dan kemakmuran,” kata Bamsoet usai menerima wawancara Tim Majalah IKAL Lemhanas di Jakarta, Jumat (9/8/24).
Tim Majalah IKAL Lemhanas hadir antara lain Dr. Bambang Sutrisno, Djoko Saksono, Dwi Hernuningsih, dan Fernandez
Bamsoet memaparkan, kondisi tersebut juga dirasakan oleh beberapa tokoh bangsa, mantan presiden, mantan wakil presiden, ketua umum parpol, mantan ketua MPR yang sempat ditemui oleh pimpinan MPR melalui forum Silaturahmi Kebangsaan.
“Dari forum itulah pimpinan MPR dapat mengambil benang merahnya, bahwa ada kesamaan pandangan mengenai perlunya mengevaluasi dan menata kembali sistem ketatanegaraan Indonesia, ” kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini.
Ia mengutamakan kini setelah 26 tahun pasca reformasi, banyak hal yang perlu diperbaiki dalam sistem demokrasi di Indonesia. Namun pada beberapa aspek lainnya, implementasi demokrasi saat ini justru sedang mengalami stagnasi. Semangat reformasi yang digaungkan belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
Bamsoet menjelaskan, pada awal reformasi implementasi demokrasi menjadi sebuah euforia sebagai momentum untuk menata kembali sistem ketatanegaraan. Sekaligus momentum pembebasan diri dari beragam keterbelengguan, misalnya dalam hal kebebasan berekspresi.
Bamsoet menyatakan harus kita akui kehidupan berdemokrasi kita saat ini belum berada pada level kemapanan yang ideal dan sedang berproses menuju kematangan demokrasi.
“Kehidupan demokrasi masih dalam perbaikan, kehidupan ekonomi kita juga masih dalam pemantapan. Timbulnya problem demokrasi di Indonesia bukanlah disebabkan oleh kesalahan konseptual paradigmatik dan pengaturan normatifnya. Melainkan lantaran melencengnya implementasi demokrasi dari sistem yang mendasarinya,” pungkas Bamsoet yang juga alumni Lemhannas KSA XIII 2005. (@)