0 4 min 7 mths

Oleh : tOir

KESULITAN ekonomi dewasa ini melanda jutaan rakyat Indonesia. Pemutusan hubungan kerja oleh sejumlah  perusahaan manufaktur  kelas raksasa yang tengkurap jadi bagian penyebab.

Lembaga Keuangan Dunia – IMF mencatat jumlah pengangguran di Indonesia per April 2024  paling tinggi se-ASEAN. Hitungannya mencapai sekitar 14,6 juta jiwa.

Jumlah sebanyak tersebut di luar  anak-anak, pelajar,  mahasiswa, ibu rumah tangga dan  lainnya yang tidak mencari pekerjaan. Walau rakyat golongan ini tetap butuh pangan, sandang plus hunian.

Sulit ekonomi bikin mumet  tanpa ada obat. Lebih-lebih yang bisa minta ke pemilik warung sebelah rumah. Heum …

MUNCUL KONTROVERSI

Kontroversi justru muncul.  Penguasa pada tahun 2025, mengagendakan kenaikan PPN menjadi 12 % disertai kebijakan pengampunan pajak tahap II bagi para pengemplang.

Muncul pula kasus impor susu kala  hasil produk peternak lokal berlimpah.   Temuan lain dalam rupa tumpukan puluhan ribu kontener di dalam gudang berisi tekstil produk asing selundupkan.

Koq bisa-bisanya gitu lho, jika tanpa kong kalikong.

Fenomena pahitnya kehidupan mengemuka, baru sebagian dari problem ekstra serius tata kelola negara.

Rakyat pinggiran tidak paham kemana jejak langkah kita ke depan? Kecuali dijanjikan kepada anak-anak  dapat makan bergizi cuma – cuma. Selain ada juga pembagian 3 juta unit rumah gratis melibatkan peran  konglomerat.

KESEJAHTERAAN UMUM

Satu keyakinan kita bawa tujuan membentuk negara tiada lain demi mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan umum.

 Diamanatkan kepada penguasa mandataris rakyat. Bukan kepada kalangan konglomerat!

Kita tahu beda tugas pokok dan fungsi penguasa daripada sekelompok kecil pengusaha yang  kekayaannya tembus hingga sehaha – hihi alias  triliunan rupiah.

 Keberadaan entitas terakhir disebut jauh dari tujuan bernegara tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Pasalnya, jutaan rakyat dihadapkan pada persoalan mendasar dan rutin yaitu besok apa makan? Bukan besok makan apa yang menu pilihan sudah dirancang Sang Koki jauh-jauh hari.

Kudu menjadi kehendak bersama mengikis jurang sosial ekonomi bak langit dan bumi. Tugas negara harus total diselenggarakan  Sang Pemegang Mandat. Tidak memberi dan atau membuka peluang  terjadi ketimpangan.

PASOK MINYAK BABI

Pesan rujukan, “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China”, bijak disikapi positif. Pengalaman keputusan tata kelola perekonomian  oleh Sang Penguasa Mao Zedong, sekira tahun 1960-an ribet, ruwet, runyem.

Rakyat hanya memenuhi kebutuhan minyak goreng saja ada yang mengandalkan kepedulian sanak-keluarga  perantau di luar  negeri.

Penduduk etnis Tionghoa antara lain  bermukim di kawasan Pacinan Pasar Baru dan Glodok, Jakarta, banyak berempati. Memasoknya minyak dari bahan lemak babi.

Kini, China  berubah dahsyat.  Menjadi satu kekuatan perekonomian tingkat dunia. Mustahil datang tiba-tiba dari langit!

AGEN PERUBAHAN

Optimisme bukan sebatas pelipur lara kita, melainkan bagian cara berpikir dan berkehendak bahwa sesuatu ada karena ada yang mengadakan.

Warga masyarakat berbudaya Jawa mengenal tentang julukan Satria Piningit. Secara umum, kita rakyat pinggiran  yakin bakal ada sosok  Agen Perubahan.

Bukan sebatas omon-omon atau berbekal populer doang, melainkan berintegritas, kompeten  dan berani memberdayakan perekonomian. demi kesejahteraan rakyat.

Kita  tidak lagi mumet  kesulitan pangan, sandang dan papan. Merasakan betul negara hadir di tengah-tengah getirnya kehidupan.

Pemimpin setingkat  itulah yang kita tunggu melalui berpikir optimis, sehingga  rakyat pinggiran  Indonesia tidak cuma mimpi badai pasti berlalu. Semoga.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *